Penarikan Investasi Asing
Sejumlah investor minyak dan gas bumi (migas) belakangan ini berencana menarik investasinya dari Indonesia. Setelah Royal Dutch Shell dan Chevron yang berencana untuk melepaskan hak partisipasinya di blok migas di Tanah Air, yang terbaru adalah ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd (CIHL) yang menjual 100% sahamnya kepada PT Medco Energi International Tbk (MEDC).
Ada apa dengan investasi migas di Tanah Air? Apakah benar investasi migas di Indonesia sudah tidak menarik lagi di mata para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), khususnya penanam modal asing?
Investasi Migas RI Kalah Saing, Raksasa Migas Pada Cabut
Baca Juga : Bali Siap Jadi Tuan Rumah Konvensi Internasional Minyak dan gas Bumi
Ahli Ekonomi Energi dan Perminyakan menjelaskan bahwa terhitung satu dekade ini, iklim investasi, khususnya hulu migas di Indonesia kalah kompetitif ketimbang negara-negara lain. Alhasil, Indonesia tidak mampu menggaet investasi-investasi skala besar dari perusahaan migas dunia atau major International Oil Companies (IOCs).
Investor migas asing meninggalkan Indonesia tidak semata-mata karena tidak ekonomis, akan tetapi karena kalah kompetitif dengan portofolio investasi dan kesempatan investasi para IOCs majors (raksasa investor migas asing) itu di tempat lain.
Pengamat Ekonomi Energi lainnya mengatakan, berdasarkan data yang ada, secara geologis cadangan migas RI masih cukup besar. Hanya saja, karena lokasi cekungan berada di laut dalam, maka investor asing memilih untuk hengkang dari Indonesia
Sebenarnya data geologis menyebutkan bahwa cadangan migas Indonesia masih cukup besar. Hanya lokasinya di cekungan laut dalam, yang sulit dijangkau menjadi salah satu penyebab investor hengkang.
Seperti diketahui, ConocoPhillips Indonesia unit perusahaan minyak dan gas bumi (migas) berbasis di Houston, Amerika Serikat. ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd (CIHL) melepas seluruh sahamnya kepada PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC).
CIHL memegang 100% saham di ConocoPhillips (Grissik) Ltd (CPGL) dan 35% saham di Transasia Pipeline Company Pvt Ltd. CPGL adalah operator dari blok gas Corridor (Corridor PSC), Sumatera Selatan, dengan kepemilikan hak partisipasi 54% di Blok Corridor ini.
Baca Juga : Kapan Indonesia Bisa Stop Impor BBM
Pelepasan saham ke Medco ini ditandai dengan penandatanganan kesepakatan Medco untuk mengakuisisi seluruh saham yang diterbitkan ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd. (CIHL) dari Phillips International Investment Inc., yang merupakan anak perusahaan dari ConocoPhillips .
Beberapa waktu belakangan, investor migas asing jumbo lainnya juga menyatakan akan cabut dari Indonesia, salah satunya adalah Royal Dutch Shell yang melepas 35% sahamnya di Lapangan Abadi, Blok Masela.
Seperti diketahui, permasalahan di Blok Masela memang rumit, proyek yang memiliki nilai investasi mencapai US$ 18-20 miliar ini sempat terombang-ambing karena keputusan penempatan Liquefied Natural Gas (LNG) apakah akan di darat (onshore) atau di lepas pantai (offshore). Keputusan penempatan LNG itu cukup menyita waktu pemegang kendali yakni Inpex Corporation dan Shell.
Satu lagi adalah Chevron Indonesia Company yang menyatakan mundur dari proyek gas laut dalam Indonesia Deep Water Development (IDD) di Kalimantan Timur. Sebelumnya, pihak Chevron menyampaikan bahwa proyek IDD tahap 2 dengan nilai investasi menembus US$ 5 miliar itu tidak dapat bersaing untuk mendapatkan modal dalam portfolio global Chevron.
Keputusan mundurnya Chevron itu juga bersamaan dengan berakhirnya kontrak Chevron di Blok Rokan yang saat ini telah dikuasai oleh PT Pertamina (Persero) pada Agustus 2021 lalu.
Berdasarkan hasil riset, sebelumnya terdapat beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) asing yang juga hengkang dari Indonesia sejak tahun 2013. Diantaranya adalah Hess Corporation dari Blok Semai. Kemudian Marathon Oil dari Blok Pasang Kayu, Sulawesi Selatan. Dan juga Talisman Energy yang sahamnya di caplok oleh Repsol. Pada waktu itu, Talisman Energy juga memiliki hak partisipasi di Blok Corridor.
Baca Juga : Pengertian dan Rangkaian Pekerjaan Fitter Fabrikasi
Berdasarkan data SKK Migas, hingga kuartal III 2021, rata-rata produksi terangkut (lifting) minyak RI sebesar 661,1 ribu barel per hari (bph), lebih rendah dari target di APBN sebesar 705 ribu bph, dan lifting gas tercatat rata-rata sebesar 5.481 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), lebih rendah dari target 5.638 MMSCFD. Adapun total lifting migas rata-rata sebesar 1,64 juta barel setara minyak per hari (boepd), lebih rendah dari target 1,71 juta boepd.